Kamis, 04 Juni 2015

hindu dharma tentang panca yadnya

RESUM 
KELOMPOK 4
TOPIK KE 
HENRI 
ALI ZAINAL ABIDIN MULYADI 
AZIS RAHMAT NAJIB 
RIRIN NOVITA SARI 
M RAHMAT RAMADHAN 
TENTANG PANCA YADNYA 
A. Pengertian Yadnya
Jika ditinjau secara ethimologinya, kata yadnya berasal dari bahasa sansekerta, yaitu dari kata “yaj” yang artinya memuja atau memberi penghormatan atau menjadikan suci. Kata itu juga diartikan mempersembahkan; bertindak sebagai perantara. Dari urat kata ini timbul kata yaja (kata-kata dalam pemujaan), yajata (layak memperoleh penghormatan), yajus (sakral, retus, agama) dan yajna (pemujaan, doa persembahan) yang kesemuanya ini memiliki arti sama dengan Brahma.
Yadnya (yajna) dapat juga diartikan korban suci, yaitu korban yang didasarkan atas pengabdian dan cinta kasih. Pelaksanaan yadnya bagi umat Hindu adalah satu contoh perbuatan Hyang Widhi yang telah menciptalan alam semesta dengan segala isinya dengan yadnya-Nya. Yadnya adalah cara yang dilakukan untuk menghubungkan diri antara manusia dengan Hyang Widhi beserta semua manifestasinya untuk memperoleh kesucian jiwa dan persatuan Atman dengan Paramatman. Yadnya juga merupakan kebaktian, penghormatan dan pengabdian atas dasar kesadaran dan cinta kasih yang keluar dari hati sanubari yang suci dan tulus iklas sebagai pengabdian yang sejati kepada Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa).
Jenis-jenis dan tingkatan pelaksanaan yajna
1. Jenis-Jenis Pelaksanaan Yadnya
Adapun pelaksanaan Panca Yadnya terdiri dari :
1. Dewa Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan para dewa-dewa.
2. Butha Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan unsur-unsur alam.
3. Manusa Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kepada manusia.
4. Pitra Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas bagi manusia yang telah meninggal.
5. Rsi Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan para orang suci umat Hindu.
kegiatan Yadnya ini didasari oleh Tri Rna yaitu tiga hutang yang mesti dibayar sehubungan dengan keberadaan kita. adapun tri rana tersebut adalah
1. Dewa Rna, hutang kepada Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai para dewata yang telah memberikan anungrahnya kepada setiap mahluk.
2. Pitra Rna, hutang kepada para leluhur termasuk orang tua, sehubungan dengan kelahiran kita serta perhatiannya semasahidup.
3. Rsi Rna, hutang kepada para sulinggih, pemangku dan para guru lainya atas bimbingannya selama ini.
hutang – hutang tersebut kemudian dibayar dengan yadnya, yang kemudian diaplikasikan dengan Panca Yadnya. adapun cara pembayaran tersebut adalah:
1. Dewa Rna, dibayar melalui Dewa Yadnya dan Bhuta Yadnya.
2. Pitra Rna, dibayar dengan Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya.
3. Rsi Rna, dibayar melalui Rsi Yadnya.
Sesuai dengan agama dan tradisi di Bali, masyarakat Bali Hindu sesungguhnya manusia yang penuh ritual agama yang terbungkus dalam Panca Yadnya. Ritual agama itu dilakukan terhadap manusia Bali Hindu dari sejak dalam kandungan, dari lahir sampai menginjak dewasa, dari dewasa sampai mulih ke tanah wayah (meninggal).
Pemberkahan demi pemberkahan dilakukan untuknya dengan segala bebantenan serta mantra-mantranya agar munusia Bali Hindu itu menjadi manusia yang berbudi luhur atau memiliki sifat kedewataan di mayapada ini dan bisa amoring acintya dengan Sanghyang Widhi di alam vaikunta (alam keheningan).
Inilah daftar ritual agama yang dilakukan manusia Bali Hindu sesuai dengan tradisi di Bali:
1. Pegedong-gedongan – dilakukan saat kehamilan berumur 175 hari ( 6 bulan kalender). Upacara pertama sejak tercipta sebagai manusia.
2. Bayi Lahir – upacara angayu bagia atas kelahiran. Perawatan terhadap ari-ari si bayi.
3. Kepus Puser – bayi mulai diasuh Hyang Kumara.
4. Ngelepas Hawon – dilaksanakan pada bayi berumur 12 hari.
5. Kambuhan – upacara bulan pitung dina (42 hari), perkenalan pertama memasukkan tempat suci pemrajan.
6. Nelu Bulanin/Nyambutin – upacara tiga bulanan (105 hari), penekanannya agar jiwatma sang bayi benar-benar berada pada raganya.
7. Otonan (Oton Tuwun) – upacara saat pertama bayi menginjakan kakinya pada Ibu Pertiwi (210 hari).
8. Tumbuh Gigi – mohon berkah agar gigi si bayi tumbuh dengan baik.
9. Meketus – si anak sudah tidak lagi diasuh Hyang Kumara (tidak lagi mebanten di pelangkiran Hyang Kumara)
10. Munggah Daha / raja sewala – upacara menginjak dewasa, saat-saat merasakan getaran asmara.
11. Potong Gigi/metatah – simbolis pengendalian Sad Ripu.
12. Mawinten – mohon waranugraha utk mempelajari ilmu pengetahuan.
13. Upacara Perkawinan – (a) medengen-dengenan (mekala-kalaan), (b) natab.
14. Upacara Ngaben/Palebon – pengembalian panca mahabuta.
15. Upacara Nyekah/Malagia – Atma Wedana yang dilanjutkan dengan ngelingihin Betara Hyang di pemrajan.
16. Upacara Piodalan dan Pecaruan – memohon ketentraman alam
Semua upacara di atas disertai dengan bebantenan sesuai dengan fungsi atau peruntukannya. Daftar ritual agama di atas menunjukkan bahwa manusia Bali Hindu secara tradasi penuh dengan ritual agama. Seolah-olah tiada hidup tanpa ritual agama baik pada dunia maya ini maupun pada dunia akhirat (sekala dan niskala).
Jika semua upacara itu bisa diterapkan sesuai dengan aturannya, maka manusia Bali diharapkan menjadi manusia yang memiliki sifat yang mengarah kesifat kedewataan, pergerakan perilaku dari tamasik- rajasik mengarah ke rajasik-satwika atau bahkan pada satwika. Perputaran perilaku itu dapat dihasilkan dari begitu dalam makna tahap demi tahap ritual agama itu utk menghantarkan menjadi manusia yang bersifat rajasik-satwika atau satwika dari getaran-getaran energi positif getaran bebantenan dan mantra-mantranya secara sinergistik.
2. Tingkatan-Tingkatan Yadnya
Tingkatan Yadnya didasari oleh besar kecilnya upakara yang dipersembahkan dan dibedakan menjadi tiga tingkatan,yaitu :
– Nista
– Madya
– Utama
Masing-masing dari ketiga tingkatan diatas dapat dibedakan dalam tiga tingkatan lagi berdasarkan dari besar kecilnya upakara yang menjadi sarana persembahannya, yaitu :
– Nistaning Nista
– Nistaning Madya
– Nistaning Utama
– Madyaning Nista
– Madyaning Madya
– Madyaning Utama
– Utamaning Nista
– Utamaning Madya
– Utamaning Utama
Perbedaan tingkatan yadnya ini disesuaikan dengan tingkat kemampuan umat yang akan melaksanakan karena tujuan yadnya yang menuju kesejahtraan dan kebahagian tidak memberiikan penderitaan bagi umat.Dandari segi kualitas kesembilan tingkatan yadnya tersebut tidaklah ada perbedaan sepanjang dilaksanakan dengan rasa bakti,ketulusan dan kesucian hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar